Wednesday, 4 January 2017

Tantangan terhadap Pemikiran Islam

Humanis

            Ketika perkuliahan tadi (Kamis, 5 Januari 2017) pada pelajaran Psikologi Agama yang diampu oleh Dr. Happy Susanto, M.A, saya mendapat semacam ilham untuk menulis tugas ini tentang Humanis yang dari sebelum-sebelumnya saya menganggap humanis itu tidak human. Beliau mengatakan terdapat perbedaan humanis disebabkan perbedaan dari sudut pandangnya. Jadi di sini sangat saya setuju bahwa humanis seseorang itu berbeda-beda yang mana menjadi tantangan besar terhadap pemikiran Islam.

            Seperti yang terjadi di Malaysia pada tahun 2015 yang lalu, sebuah negeri di Malaysia yaitu Kelantan mengajukan akan melaksanakan hukum hudud untuk negerinya bagi para pelaku kesalahan syariah yang mana sudah ditetapkan hukuman-hukumannya oleh Allah SWT sendiri. Walaupun mayoritas penduduk Malaysia apalagi Kelantan ini Muslim, tetapi penolakan dan tentangan hebat terjadi. Kebanyakan alasan atas penolakan hukum ini adalah tidak manusiawi. Dengan dalih-dalih kemanusiaan dapat menolak Al-Qur’an dan Al-Hadits. Di sini lah terjadi permasalahan besar dalam pemikiran umat Muslim pada akhir zaman ini. Dari pandangan positif saya, mereka-mereka yang menolak itu adalah orang yang tidak faham dengan agama, tidak tahu benar apa itu hukum hudud dan bagaimana pelaksanaannya.

            Jadi benarlah apa yang telah dikatakan oleh Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, M.A, M.Phil, Wakil Rektor I Universitas Darussalam Gontor, “semakin religius seseorang justru ia semakin manusiawi, semakin humanis seseorang justru semakin atheis”. Secara tidak langsung tanpa kita sedari, terjadinya sekularisasi disebabkan humanis. Dengan mengedepankan humanis, agama harus disingkirkan. Bahasa yang selalu mereka lemparkan adalah “Percuma menjadi religius kalau tidak manusiawi, daripada beragama tapi jahat, lebih baik berperikemanusiaan meski tidak beragama” yang saya kutip dari Hidayatullah.com karya Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, M.A, M.Phil.

            Pandangan manusia zaman sekarang terhadap agama itu miring. Menganggap agama itu mengajarkan sesuatu yang salah, keras, sadis, radikal dengan doktrin-doktrinnya yang mana bertolak belakang dengan kemanusiaan. Contoh lainnya, ketidakadilan juga diajarkan Islam dalam pernikahan. Seorang lelaki boleh menikahi 4 wanita yang biasa disebut poligami, tetapi seorang wanita tidak boleh menikahi 4 lelaki. Bagi manusia-manusia humanis ini mengatakan ini tidak adil dan tidak manusiawi. Maka bangunlah kelompok feminis kononnya untuk membela hak mereka. Secara sepintas memang terlihat unfair disini, tapi apakah mereka tidak berfikir dari segi psikologis, physical dan juga mental. Jika seorang lelaki itu menikahi 4 wanita, kita masih bisa mengetahui siapa ibunya dan siapa ayahnya, bayangkan seorang wanita yang menikahi 4 lelaki, ibunya masih bisa kita ketahui, tetapi ayahnya siapa? Agama sudah memberikan petunjuk yang jelas kepada hambanya. Yakinlah bahwa Allah itu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.

            Salah satu tantangan terbesar bagi pemikiran Islam juga adalah Hak Asasi Manusia (HAM). Banyak didalam ketetapan-ketetapan HAM ini yang bertolak belakang dengan ajaran agama terutama agama Islam. Seperti yang terjadi baru-baru ini sebelum Natal, Komnas HAM mengeluarkan pernyataan sikap yang diantara isinya, 1. Menegaskan bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk memeluk dan menjalankan agama dan keyakinannya, termasuk hak dan kebebasan menggunakan simbol atau atribut keagamaan di depan umum, 2. Komnas HAM mengimbau MUI agar dalam mengeluarkan fatwa dan pandangan keagamaan tetap dalam semangat saling menghormati antar umat beragama, serta memperkuat kebhinekaan, 3. Komnas HAM juga mengimbau warga masyarakat untuk tidak menjadikan fatwa pandangan keagamaan sebagai dasar untuk melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan hukum. Konflik ini langsung direaksi oleh Pimpinan Besar FPI, Habib Rizieq seperti yang terlangsir dalam suara-islam.com. Fatwa yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah untuk menjaga aqidah umat Islam dan itu sesuai dengan HAM. Terlihat disini bahwa Komnas HAM tidak faham dengan HAM itu sendiri yang akhirnya menyebabkan senjata makan tuan karena 1. memfitnah Fatwa MUI sebagai anti kebhinekaan, 2. memprovokasi Kapolri untuk menindak Ormas Islam yang mensosialisasi Fatwa MUI, 3. menyatakan bahwa Fatwa MUI bukan peraturan negara yang mengikat (penghinaan terhadap hukum agama yang merupakan salah satu sendi hukum negara yang diakui disamping hukum sipil dan hukum adat), 4. memprovokasi masyarakat agar tidak menjalankan fatwa MUI (merupakan penistaan agama dan penghinaan terhadap Ulama beserta umat Islam).

            Maka terlihat dengan jelas badan pemerintahan, lembaga-lembaga, ormas-ormas dan lain sebagainya berusaha untuk memisahkan urusan agama dengan urusan dunia yang tidak diajarkan didalam Islam. Islam merupakan agama yang lengkap yang mana urusan masuk tandas sekalipun dibahas didalamnya. Jadi, jika kita ingin humanis, maka kita harus religius karena agama mengajarkan kemanusiaan yang memanusiakan manusia.

Wallahu a’lam bissowab.
           


No comments:

Post a Comment