Humanis
Ketika
perkuliahan tadi (Kamis, 5 Januari 2017) pada pelajaran Psikologi Agama yang
diampu oleh Dr. Happy Susanto, M.A, saya mendapat semacam ilham untuk menulis
tugas ini tentang Humanis yang dari sebelum-sebelumnya saya menganggap humanis
itu tidak human. Beliau mengatakan terdapat perbedaan humanis disebabkan perbedaan
dari sudut pandangnya. Jadi di sini sangat saya setuju bahwa humanis seseorang
itu berbeda-beda yang mana menjadi tantangan besar terhadap pemikiran Islam.
Seperti
yang terjadi di Malaysia pada tahun 2015 yang lalu, sebuah negeri di Malaysia
yaitu Kelantan mengajukan akan melaksanakan hukum hudud untuk negerinya bagi
para pelaku kesalahan syariah yang mana sudah ditetapkan hukuman-hukumannya
oleh Allah SWT sendiri. Walaupun mayoritas penduduk Malaysia apalagi Kelantan
ini Muslim, tetapi penolakan dan tentangan hebat terjadi. Kebanyakan alasan
atas penolakan hukum ini adalah tidak manusiawi. Dengan dalih-dalih kemanusiaan
dapat menolak Al-Qur’an dan Al-Hadits. Di sini lah terjadi permasalahan besar dalam
pemikiran umat Muslim pada akhir zaman ini. Dari pandangan positif saya, mereka-mereka
yang menolak itu adalah orang yang tidak faham dengan agama, tidak tahu benar
apa itu hukum hudud dan bagaimana pelaksanaannya.
Jadi
benarlah apa yang telah dikatakan oleh Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, M.A, M.Phil,
Wakil Rektor I Universitas Darussalam Gontor, “semakin religius seseorang
justru ia semakin manusiawi, semakin humanis seseorang justru semakin atheis”.
Secara tidak langsung tanpa kita sedari, terjadinya sekularisasi disebabkan
humanis. Dengan mengedepankan humanis, agama harus disingkirkan. Bahasa yang
selalu mereka lemparkan adalah “Percuma menjadi religius kalau tidak
manusiawi, daripada beragama tapi jahat, lebih baik berperikemanusiaan meski
tidak beragama” yang saya kutip dari Hidayatullah.com karya Dr. Hamid Fahmy
Zarkasyi, M.A, M.Phil.
Pandangan manusia zaman sekarang
terhadap agama itu miring. Menganggap agama itu mengajarkan sesuatu yang salah,
keras, sadis, radikal dengan doktrin-doktrinnya yang mana bertolak belakang
dengan kemanusiaan. Contoh lainnya, ketidakadilan juga diajarkan Islam dalam
pernikahan. Seorang lelaki boleh menikahi 4 wanita yang biasa disebut poligami,
tetapi seorang wanita tidak boleh menikahi 4 lelaki. Bagi manusia-manusia
humanis ini mengatakan ini tidak adil dan tidak manusiawi. Maka bangunlah
kelompok feminis kononnya untuk membela hak mereka. Secara sepintas memang
terlihat unfair disini, tapi apakah
mereka tidak berfikir dari segi psikologis, physical dan juga mental. Jika
seorang lelaki itu menikahi 4 wanita, kita masih bisa mengetahui siapa ibunya
dan siapa ayahnya, bayangkan seorang wanita yang menikahi 4 lelaki, ibunya
masih bisa kita ketahui, tetapi ayahnya siapa? Agama sudah memberikan petunjuk
yang jelas kepada hambanya. Yakinlah bahwa Allah itu Maha Bijaksana lagi Maha
Mengetahui.
Salah satu tantangan terbesar bagi
pemikiran Islam juga adalah Hak Asasi Manusia (HAM). Banyak didalam
ketetapan-ketetapan HAM ini yang bertolak belakang dengan ajaran agama terutama
agama Islam. Seperti yang terjadi baru-baru ini sebelum Natal, Komnas HAM
mengeluarkan pernyataan sikap yang diantara isinya, 1. Menegaskan bahwa setiap
warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk memeluk dan menjalankan
agama dan keyakinannya, termasuk hak dan kebebasan menggunakan simbol atau atribut
keagamaan di depan umum, 2. Komnas HAM mengimbau MUI agar dalam mengeluarkan
fatwa dan pandangan keagamaan tetap dalam semangat saling menghormati antar
umat beragama, serta memperkuat kebhinekaan, 3. Komnas HAM juga mengimbau warga
masyarakat untuk tidak menjadikan fatwa pandangan keagamaan sebagai dasar untuk
melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan hukum. Konflik ini
langsung direaksi oleh Pimpinan Besar FPI, Habib Rizieq seperti yang terlangsir
dalam suara-islam.com. Fatwa yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI)
adalah untuk menjaga aqidah umat Islam dan itu sesuai dengan HAM. Terlihat
disini bahwa Komnas HAM tidak faham dengan HAM itu sendiri yang akhirnya menyebabkan
senjata makan tuan karena 1. memfitnah Fatwa MUI sebagai anti kebhinekaan, 2. memprovokasi
Kapolri untuk menindak Ormas Islam yang mensosialisasi Fatwa MUI, 3. menyatakan
bahwa Fatwa MUI bukan peraturan negara yang mengikat (penghinaan terhadap hukum
agama yang merupakan salah satu sendi hukum negara yang diakui disamping hukum
sipil dan hukum adat), 4. memprovokasi masyarakat agar tidak menjalankan fatwa
MUI (merupakan penistaan agama dan penghinaan terhadap Ulama beserta umat Islam).
Maka terlihat dengan jelas badan
pemerintahan, lembaga-lembaga, ormas-ormas dan lain sebagainya berusaha untuk
memisahkan urusan agama dengan urusan dunia yang tidak diajarkan didalam Islam.
Islam merupakan agama yang lengkap yang mana urusan masuk tandas sekalipun dibahas
didalamnya. Jadi, jika kita ingin humanis, maka kita harus religius karena
agama mengajarkan kemanusiaan yang memanusiakan manusia.
Wallahu a’lam bissowab.
No comments:
Post a Comment