Hidup dalam keberagaman kaum,
budaya, ras, bahkan agama menimbulkan banyak perbedaan yang tidak terlepas dari
menimbulkan perbalahan dan perpecahan. Malaysia – Indonesia adalah contoh Negara
yang mempunyai keberagaman didalamnya. Walaupun keberagaman itu terhitung cukup
besar dan sangat berpotensi untuk terjadinya konflik diantara
perbedaan-perbedaan itu, namun kedua Negara ini masih mempunyai hati nurani
untuk menjaga kehidupan yang damai di dalam lingkungan perbedaan-perbedaan ini.
Kesalahpahaman terhadap
toleransi terutama dalam toleransi beragama bisa menimbulkan konfik yang
berakibatkan fatal. Kejadian-kejadian yang banyak diceritakan sejarah tentang terjadinya
perang antara agama salah satu puncanya adalah disebabkan intoleran. Menurut Wikipedia,
toleransi adalah membiarkan orang lain berpendapat lain, melakukan hal yang
tidak sependapat dengan kita, tanpa kita ganggu ataupun intimidasi. Istilah
dalam konteks sosial, budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang
melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak
dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat.
Logika mudahnya seperti ini,
ketika kita mengendarai sebuah kenderaan, kita wajib untuk mengikuti aturan
rambu-rambu lalu lintas yang telah ditetapkan. Traffic light contohnya, merah
menandakan berhenti, kuning berjaga-jaga, hijau jalan. Diharapkan semua
pengendara kenderaan memahami rambu-rambu ini. Apabila ternyata ada pengemudi
yang intoleran dan melanggarnya, maka akan terjadilah clash atau konflik di
jalan tersebut. Yang bermaksud, toleransi itu sudah ada ketetapannya dan batas-batasannya.
Contoh toleransi dalam
beragama, umat Muslim diharamkan untuk mengucapkan “Selamat Natal” apalagi
untuk mengikuti perayaan Natal. Tetapi ada beberapa pihak yang menentang akan
fatwa ini dengan mengatakan bahwa hal ini sangat tidak toleransi. Kenapa umat
Kristiani bisa mengucapkan “Selamat Hari Raya”, tetapi umat Muslim malah
sebaliknya? Ini adalah hal yang berkaitan dengan aqidah umat Muslim. Dalam
ajaran Islam, Isa bukanlah tuhan melainkan utusan Allah dan Nabi Isa tidak
lahir pada musim dingin. Dengan bukti dalam Bibel (Injil) Lukas (2): 1-8
berbunyi,
“Pada
waktu itu Kaisar Agustus mengeluarkan suatu perintah, menyuruh untuk
mendaftarkan semua orang di seluruh dunia. Inilah pendaftaran pertama kali
diadakan sewaktu Kirenius menjadi wali negeri di Siria. Maka pergilah semua
orang mendaftarkan diri masing-masing di kotanya. Demikian juga Yusuf pergi
dari kota Nazaret di Galilea ke Yudea ke kota Daud yang bernama Betlehem, karena
ia berasal dari keluarga dan keturunan Daud, supaya didaftarkan bersama-sama
dengan Maria, tunangannya yang sedang mengandung. Ketika mereka di situ,
tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin dan ia melahirkan seorang anak
laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan
dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah
penginapan. Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang sedang
menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam”.
Dan dalam Bibel (Injil) Matius (2): 1 dan 10-11 berbunyi,
“Sesudah Yesus dilahirkan di Betlehem di tanah Yudea pada zaman Herodus
datangalah orang-orang Majus dari Timur ke Yerussalem. Ketika mereka melihat
bintang itu sangat bersuka citalah mereka. Maka masuklah mereka ke dalam rumah
itu dan melihat anak itu bersama maria, ibunya.”
Jika kita perhatikanlah
analisa berikut ini, “Penggambaran kelahiran yang ditandai dengan
bintang-bintang di langit dan gembala yang sedang menjaga kawanan domba yang
dilepas bebas di padang rumput yang beratapkan langit dengan
bintang-bintangnnya yang gemerlap, menunjukkan kondisi waktu itu adalah musim
panas sehingga gembala berdiam di padang rumput dengan domba-domba mereka pada
malam hari untuk menghindari sengatan sinar matahari. Sedangkan pada tanggal 25
Desember, tidak ada satu orang pun yang mengingkari bahwa pada bulan Desember
suhu udara di kawasan Palestina sangat rendah, sehingga salju merupakan hal
yang tidak mustahil turun pada bulan ini”. Ketika ada umat Islam yang tetap
berisi keras dalam memperbolehkan pengucapan Natal apalagi mengikuti
perayaannya, sungguh keimanan dan keIslamannya akan gugur.
Sebenarnya,
jika Natal dibandingkan dengan Hari Raya itu sangat tidak seimbang karena Hari
Raya adalah hari kemenagan umat Islam setelah sebulan berpuasa. Menurut saya
peribadi, boleh bagi non-Muslim untuk mengucapkan selamat. Jadi yang lebih
cocok untuk membuat perbandingan adalah Natal dengan Maulid Nabi. Apakah ada
umat Kristiani yang mau mengucapkan “Selamat atas Kelahiran Nabi Muhammad SAW”?
apalagi untuk mengikuti perayaannya? Saya yakin tidak karena itu sangat bercanggah
dengan aqidah keimanan umat Kristiani karena mereka tidak mempercayai akan Nabi
Muhammad sebagai utusan terakhir Allah dan segala apa yang dibawanya itu adalah
benar. Maka disini, sikap toleransi antara umat beragama harus diperkuat dengan
pemahaman-pemahaman yang benar agar tidak terjadi konflik-konflik yang
diingini. Mudahnya, seperti yang telah disebutkan didalam Al-Qur’an, “Lakum
diinukum waliya diin”, untukmu agamamu untukku agamaku.
Ada
pahaman yang timbul yang mana menurut saya itu bukanlah toleransi melainkan
kompromi. Melalui sumber Wikipedia, maksud kompromi adalah upaya untuk
memperoleh kesepakatan diantara dua pihak yang saling berbeda pendapat atau
pihak yang berselisih paham. Kompromi juga dapat dikatakan sebagai konsep untuk
mendapat kesepakatan melalui komunikasi. Kompromi dilakukan agar perbedaan
pendapat dapat terselesaikan dengan pembuatan kesepakatan baru. Kesepakatan
baru dalam kompromi adalah kesepakatan yang dianggap saling menguntungkan kedua
belah pihak atau tidak ada satu pihak yang dirugikan dengan kesepakatan yang
dihasilkan. Mereka yang berupaya dalam membuat kesepakatan dalam kompromi
menurunkan idealisme masing-masing sehingga tercapai kompromi. Kompromi juga
dapat dikatakan sebagai jalan tengah untuk menyelesaikan berbagai persoalan.
Toleransi beragama bersifat
ekslusif, dengan bahasa kasarnya ego. Melihat manusia hidup tidak bersendirian
dan pasti menghadapi perbedaan-perbedaan, maka setelah toleransi ada kompromi.
Diantara kedua pihak harus saling paham antara toleransi-toleransi
perbedaan-perbedaan melalui jalur kompromi. Dengan adanya kompromi, dapat
menghindarkan konflik-konflik dalam toleransi. Menurut saya, toleransi saja
belum mampu untuk menghindari konflik sepenuhnya. Dengan adanya kompromi,
dengan izin Allah konflik-konflik yang mengancam keharmonian dan kedamaian
dunia dapat terhindarkan.
Setelah memahami makna
sebenar dari toleransi dan kompromi, saya berkesimpulan bahwa setiap manusia
harus bersikap toleransi. Tetapi sikap toleransi diantara manusia-manusia ini
juga masih ada perbedaan-perbedaan. Saya beranggapan bahwa kompromi adalah
solusi untuk menyelesaikan masalah perbedaan secara umum dan perbedaan didalam
didalam toleransi. Wallahu A’lam Bissowab.