Friday, 30 December 2016

Perbedaan antara toleransi dan kompromi




Hidup dalam keberagaman kaum, budaya, ras, bahkan agama menimbulkan banyak perbedaan yang tidak terlepas dari menimbulkan perbalahan dan perpecahan. Malaysia – Indonesia adalah contoh Negara yang mempunyai keberagaman didalamnya. Walaupun keberagaman itu terhitung cukup besar dan sangat berpotensi untuk terjadinya konflik diantara perbedaan-perbedaan itu, namun kedua Negara ini masih mempunyai hati nurani untuk menjaga kehidupan yang damai di dalam lingkungan perbedaan-perbedaan ini.

Kesalahpahaman terhadap toleransi terutama dalam toleransi beragama bisa menimbulkan konfik yang berakibatkan fatal. Kejadian-kejadian yang banyak diceritakan sejarah tentang terjadinya perang antara agama salah satu puncanya adalah disebabkan intoleran. Menurut Wikipedia, toleransi adalah membiarkan orang lain berpendapat lain, melakukan hal yang tidak sependapat dengan kita, tanpa kita ganggu ataupun intimidasi. Istilah dalam konteks sosial, budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat.

Logika mudahnya seperti ini, ketika kita mengendarai sebuah kenderaan, kita wajib untuk mengikuti aturan rambu-rambu lalu lintas yang telah ditetapkan. Traffic light contohnya, merah menandakan berhenti, kuning berjaga-jaga, hijau jalan. Diharapkan semua pengendara kenderaan memahami rambu-rambu ini. Apabila ternyata ada pengemudi yang intoleran dan melanggarnya, maka akan terjadilah clash atau konflik di jalan tersebut. Yang bermaksud, toleransi itu sudah ada ketetapannya dan batas-batasannya.

Contoh toleransi dalam beragama, umat Muslim diharamkan untuk mengucapkan “Selamat Natal” apalagi untuk mengikuti perayaan Natal. Tetapi ada beberapa pihak yang menentang akan fatwa ini dengan mengatakan bahwa hal ini sangat tidak toleransi. Kenapa umat Kristiani bisa mengucapkan “Selamat Hari Raya”, tetapi umat Muslim malah sebaliknya? Ini adalah hal yang berkaitan dengan aqidah umat Muslim. Dalam ajaran Islam, Isa bukanlah tuhan melainkan utusan Allah dan Nabi Isa tidak lahir pada musim dingin. Dengan bukti dalam Bibel (Injil) Lukas (2): 1-8 berbunyi,

“Pada waktu itu Kaisar Agustus mengeluarkan suatu perintah, menyuruh untuk mendaftarkan semua orang di seluruh dunia. Inilah pendaftaran pertama kali diadakan sewaktu Kirenius menjadi wali negeri di Siria. Maka pergilah semua orang mendaftarkan diri masing-masing di kotanya. Demikian juga Yusuf pergi dari kota Nazaret di Galilea ke Yudea ke kota Daud yang bernama Betlehem, karena ia berasal dari keluarga dan keturunan Daud, supaya didaftarkan bersama-sama dengan Maria, tunangannya yang sedang mengandung. Ketika mereka di situ, tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan. Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang sedang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam”.
Dan dalam Bibel (Injil) Matius (2): 1 dan 10-11 berbunyi,
“Sesudah Yesus dilahirkan di Betlehem di tanah Yudea pada zaman Herodus datangalah orang-orang Majus dari Timur ke Yerussalem. Ketika mereka melihat bintang itu sangat bersuka citalah mereka. Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu dan melihat anak itu bersama maria, ibunya.”
Jika kita perhatikanlah analisa berikut ini, “Penggambaran kelahiran yang ditandai dengan bintang-bintang di langit dan gembala yang sedang menjaga kawanan domba yang dilepas bebas di padang rumput yang beratapkan langit dengan bintang-bintangnnya yang gemerlap, menunjukkan kondisi waktu itu adalah musim panas sehingga gembala berdiam di padang rumput dengan domba-domba mereka pada malam hari untuk menghindari sengatan sinar matahari. Sedangkan pada tanggal 25 Desember, tidak ada satu orang pun yang mengingkari bahwa pada bulan Desember suhu udara di kawasan Palestina sangat rendah, sehingga salju merupakan hal yang tidak mustahil turun pada bulan ini”. Ketika ada umat Islam yang tetap berisi keras dalam memperbolehkan pengucapan Natal apalagi mengikuti perayaannya, sungguh keimanan dan keIslamannya akan gugur.

Sebenarnya, jika Natal dibandingkan dengan Hari Raya itu sangat tidak seimbang karena Hari Raya adalah hari kemenagan umat Islam setelah sebulan berpuasa. Menurut saya peribadi, boleh bagi non-Muslim untuk mengucapkan selamat. Jadi yang lebih cocok untuk membuat perbandingan adalah Natal dengan Maulid Nabi. Apakah ada umat Kristiani yang mau mengucapkan “Selamat atas Kelahiran Nabi Muhammad SAW”? apalagi untuk mengikuti perayaannya? Saya yakin tidak karena itu sangat bercanggah dengan aqidah keimanan umat Kristiani karena mereka tidak mempercayai akan Nabi Muhammad sebagai utusan terakhir Allah dan segala apa yang dibawanya itu adalah benar. Maka disini, sikap toleransi antara umat beragama harus diperkuat dengan pemahaman-pemahaman yang benar agar tidak terjadi konflik-konflik yang diingini. Mudahnya, seperti yang telah disebutkan didalam Al-Qur’an, “Lakum diinukum waliya diin”, untukmu agamamu untukku agamaku.

Ada pahaman yang timbul yang mana menurut saya itu bukanlah toleransi melainkan kompromi. Melalui sumber Wikipedia, maksud kompromi adalah upaya untuk memperoleh kesepakatan diantara dua pihak yang saling berbeda pendapat atau pihak yang berselisih paham. Kompromi juga dapat dikatakan sebagai konsep untuk mendapat kesepakatan melalui komunikasi. Kompromi dilakukan agar perbedaan pendapat dapat terselesaikan dengan pembuatan kesepakatan baru. Kesepakatan baru dalam kompromi adalah kesepakatan yang dianggap saling menguntungkan kedua belah pihak atau tidak ada satu pihak yang dirugikan dengan kesepakatan yang dihasilkan. Mereka yang berupaya dalam membuat kesepakatan dalam kompromi menurunkan idealisme masing-masing sehingga tercapai kompromi. Kompromi juga dapat dikatakan sebagai jalan tengah untuk menyelesaikan berbagai persoalan.

Toleransi beragama bersifat ekslusif, dengan bahasa kasarnya ego. Melihat manusia hidup tidak bersendirian dan pasti menghadapi perbedaan-perbedaan, maka setelah toleransi ada kompromi. Diantara kedua pihak harus saling paham antara toleransi-toleransi perbedaan-perbedaan melalui jalur kompromi. Dengan adanya kompromi, dapat menghindarkan konflik-konflik dalam toleransi. Menurut saya, toleransi saja belum mampu untuk menghindari konflik sepenuhnya. Dengan adanya kompromi, dengan izin Allah konflik-konflik yang mengancam keharmonian dan kedamaian dunia dapat terhindarkan.

Setelah memahami makna sebenar dari toleransi dan kompromi, saya berkesimpulan bahwa setiap manusia harus bersikap toleransi. Tetapi sikap toleransi diantara manusia-manusia ini juga masih ada perbedaan-perbedaan. Saya beranggapan bahwa kompromi adalah solusi untuk menyelesaikan masalah perbedaan secara umum dan perbedaan didalam didalam toleransi. Wallahu A’lam Bissowab.